Jumat, 11 November 2011
Pelpem GKPS Konsisten Kembangkan PSA
1.
Apa
itu PSA?
PSA adalah singkatan dari Pertanian
Selaras Alam. Sebuah konsep pertanian yang ramah lingkungan dan biaya produksi
rendah. Istilah ini disepakati oleh beberapa lembaga Ngo Sumatera Utara pada
tahun 2001 sebagai upaya menuju pertanian organik. Setiap aktivitas usaha tani
selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap kemungkinan kerusakan lingkungan.
Caranya, menggunakan pupuk kimia seminimal mungkin dan mengoptimalkan pemakaian
pupuk organic. Memanfaatkan pestisida nabati yang diolah dari
tumbuhan disekitar kita, memanfaatkan musuh
alami membasmi hama tanaman dan banyak lagi cara yang ramah lingkungan.
Intinya adalah usaha pertanian selaras dengan alam sehingga alam
kita tidak cepat rusak, demikian penjelasan Darson Saragih,ST Kabid PME Pelpem
GKPS.
Mencermati perlakuan petani di
Kabupaten Simalungun ternyata sudah di dominasi oleh pemakaian pestisida dan
pupuk kimia. Lebih parah lagi sudah menjadi ketergantungan. Setiap petani yang
akan bertanam, sudah harus mempersiapkan modal untuk kebutuhan pupuk dan
pestisida karena pemahaman petani bahwa tanpa pupuk dan pestisida pasti gagal.
Di sisi lain, tidak semua petani mampu menyediakan modal sesuai kebutuhan.
Untuk masalah yang satu ini seringkali petani harus berurusan dengan rentenir
dengan bunga tinggi. Salahsatu solusi adalah biaya/modal usaha tadi tekan
seminimal mungkin. Caranya dengan menerapkan pertanian system PSA.
2. Kendala Perlakuan PSA
Masalah yang dihadapi adalah
keseriusan petani binaan untuk konsisten melaksanakan konsep ini. Kerepotan
petani mengolah bahan pestisida alami dan pupuk organic menjadi alasan konsep
ini tidak bertindaklanjut. Belum lagi ketersediaan bahan baku yang sebahagian
sulit didapat.
Booming iklan dan promosi produsen pupuk kimia dan pestisida sangat
menggiurkan petani meskipun tidak ada jaminan produknya manjur. Keberpihakan
pemerintah yang belum maksimal terhadap pertanian organic serta pasar produk
yang belum terbuka.
3. Konsistensi Pelpem GKPS
Pelpem GKPS sebagai lembaga
pelayanan masyarakat telah memotivasi masyarakat binaannya di kabupaten
Simalungun untuk mempraktekkan konsep ini. Tujuannya agar lingkungan hidup
tetap terpelihara, meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena biaya produksi
rendah dan mengupayakan harga produksi lebih tinggi karena bebas pestisida.
Mengembangkan kearifan local sehingga petani lebih berdaulat. Upaya yang telah
dilakukan Pelpem GKPS adalah; melakukan praktek PSA kepada kelompok petani,
melakukan penanaman bahan baku pestisida nabati, mengorganisir petani PSA
dengan membentuk Organisasi Petani Selaras Alam Siantar-Simalungun (ONPESEASI),
menyalurkan pinjaman kredit lunak kepada petani PSA, menyalurkan mesin pengolah
pestisida nabati dan kompos, melakukan sterilisasi lahan PSA masyarakat yang
disebut “sertifikasi” lahan, membangun “Sopou PSA” sebagai pusat informasi PSA
di Dameiraya persis di lahan tanaman jeruk PSA “Petik sendiri” milik sdr. Tony
Surbakti (tidak berfungsi lagi karena lahannya di jual pemilik), mempertemukan
petani PSA dengan pedagang keliling kota Siantar untuk membangun system
jaringan pemasaran.
Konsistensi Pelpem GKPS mengembangkan
PSA ditunjukkan dengan program Pelpem GKPS mendorong petani PSA yang telah
dibina dan lahannya sudah di “sertifikasi PSA” (sampai saat ini 21 lahan) untuk berproduksi secara kontinue dengan
barbagai komoditi sehingga jaringan pemasaran yang telah dibentuk bersama
lembaga NGo Sumatera Utara JAPPSA (Jaringan Pemasaran Pertanian Selaras Alam)
mendapat produk PSA untuk dipasarkan.
Mengantisipasi kebutuhan kotoran
ternak, Pelpem GKPS juga telah memiliki peternakan ayam pedaging, disamping
menjadi usaha tambahan juga untuk antisipasi kelangkaan pupuk kandang yang diprioritaskan
untuk petani PSA. Bayangkan saja kebutuhan petani akan kotoran ternak tidak
bisa dipenuhi sendiri sehingga harus disuplai dari luar kabupaten.
Dalam hal pengorganisasian petani
PSA, Pelpem GKPS juga mendorong Onpeseasi sebagai organisasi petani yang terus
memperjuangkan kepentingan petani secara khusus petani PSA. Dukungan modal juga
diberikan kepada petani/kelompok tani yang bersedia memproduksi pestisida
nabati dan pupuk organic sebagaimana telah di ajarkan, sehingga ketersediaan
saprodi tersebut turut mendukung kesuksesan PSA.
Pelpem GKPS juga sedang
mempersiapkan lahan PSA di lokasi perkantoran Pelpem GKPS untuk memproduksi sayuran
PSA. Juga telah dibangun mekanisasi pengolahan pestisida nabati sebagai sarana
belajar dan pusat informasi. Bagi petani yang tertarik silahkan berkunjung ke
Pelpem GKPS pasti dibantu, kata Jhon lenon Sipayung yang juga staf Pelpem GKPS
memberi jaminan.
Hal ini kami lakukan semata-mata
untuk pelayanan kepada masyarakat luas tanpa pandang bulu, sebagai partisipasi
gereja dalam pembangunan masyarakat, katanya meyakinkan. Pelpem GKPS tidak akan
mampu bekerja sendirian. Tetapi harus menjadi kesadaran bersama bagi segenap
unsure terkait. Diharapkan pemerintah kota Siantar dan Kabupaten Simalungun dapat secara aktif
mendukung upaya ini demi kesejahteraan masyarakat Siantar-Simalungun, demikian
dikatakan Darson Saragih mengakhiri pembicaraan.
Pelpem GKPS Konsisten Kembangkan PSA
1.
Apa
itu PSA?
PSA adalah singkatan dari Pertanian
Selaras Alam. Sebuah konsep pertanian yang ramah lingkungan dan biaya produksi
rendah. Istilah ini disepakati oleh beberapa lembaga Ngo Sumatera Utara pada
tahun 2001 sebagai upaya menuju pertanian organik. Setiap aktivitas usaha tani
selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap kemungkinan kerusakan lingkungan.
Caranya, menggunakan pupuk kimia seminimal mungkin dan mengoptimalkan pemakaian
pupuk organic. Memanfaatkan pestisida nabati yang diolah dari
tumbuhan disekitar kita, memanfaatkan musuh
alami membasmi hama tanaman dan banyak lagi cara yang ramah lingkungan.
Intinya adalah usaha pertanian selaras dengan alam sehingga alam
kita tidak cepat rusak, demikian penjelasan Darson Saragih,ST Kabid PME Pelpem
GKPS.
Mencermati perlakuan petani di
Kabupaten Simalungun ternyata sudah di dominasi oleh pemakaian pestisida dan
pupuk kimia. Lebih parah lagi sudah menjadi ketergantungan. Setiap petani yang
akan bertanam, sudah harus mempersiapkan modal untuk kebutuhan pupuk dan
pestisida karena pemahaman petani bahwa tanpa pupuk dan pestisida pasti gagal.
Di sisi lain, tidak semua petani mampu menyediakan modal sesuai kebutuhan.
Untuk masalah yang satu ini seringkali petani harus berurusan dengan rentenir
dengan bunga tinggi. Salahsatu solusi adalah biaya/modal usaha tadi tekan
seminimal mungkin. Caranya dengan menerapkan pertanian system PSA.
2. Kendala Perlakuan PSA
Masalah yang dihadapi adalah
keseriusan petani binaan untuk konsisten melaksanakan konsep ini. Kerepotan
petani mengolah bahan pestisida alami dan pupuk organic menjadi alasan konsep
ini tidak bertindaklanjut. Belum lagi ketersediaan bahan baku yang sebahagian
sulit didapat.
Booming iklan dan promosi produsen pupuk kimia dan pestisida sangat
menggiurkan petani meskipun tidak ada jaminan produknya manjur. Keberpihakan
pemerintah yang belum maksimal terhadap pertanian organic serta pasar produk
yang belum terbuka.
3. Konsistensi Pelpem GKPS
Pelpem GKPS sebagai lembaga
pelayanan masyarakat telah memotivasi masyarakat binaannya di kabupaten
Simalungun untuk mempraktekkan konsep ini. Tujuannya agar lingkungan hidup
tetap terpelihara, meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena biaya produksi
rendah dan mengupayakan harga produksi lebih tinggi karena bebas pestisida.
Mengembangkan kearifan local sehingga petani lebih berdaulat. Upaya yang telah
dilakukan Pelpem GKPS adalah; melakukan praktek PSA kepada kelompok petani,
melakukan penanaman bahan baku pestisida nabati, mengorganisir petani PSA
dengan membentuk Organisasi Petani Selaras Alam Siantar-Simalungun (ONPESEASI),
menyalurkan pinjaman kredit lunak kepada petani PSA, menyalurkan mesin pengolah
pestisida nabati dan kompos, melakukan sterilisasi lahan PSA masyarakat yang
disebut “sertifikasi” lahan, membangun “Sopou PSA” sebagai pusat informasi PSA
di Dameiraya persis di lahan tanaman jeruk PSA “Petik sendiri” milik sdr. Tony
Surbakti (tidak berfungsi lagi karena lahannya di jual pemilik), mempertemukan
petani PSA dengan pedagang keliling kota Siantar untuk membangun system
jaringan pemasaran.
Konsistensi Pelpem GKPS mengembangkan
PSA ditunjukkan dengan program Pelpem GKPS mendorong petani PSA yang telah
dibina dan lahannya sudah di “sertifikasi PSA” (sampai saat ini 21 lahan) untuk berproduksi secara kontinue dengan
barbagai komoditi sehingga jaringan pemasaran yang telah dibentuk bersama
lembaga NGo Sumatera Utara JAPPSA (Jaringan Pemasaran Pertanian Selaras Alam)
mendapat produk PSA untuk dipasarkan.
Mengantisipasi kebutuhan kotoran
ternak, Pelpem GKPS juga telah memiliki peternakan ayam pedaging, disamping
menjadi usaha tambahan juga untuk antisipasi kelangkaan pupuk kandang yang diprioritaskan
untuk petani PSA. Bayangkan saja kebutuhan petani akan kotoran ternak tidak
bisa dipenuhi sendiri sehingga harus disuplai dari luar kabupaten.
Dalam hal pengorganisasian petani
PSA, Pelpem GKPS juga mendorong Onpeseasi sebagai organisasi petani yang terus
memperjuangkan kepentingan petani secara khusus petani PSA. Dukungan modal juga
diberikan kepada petani/kelompok tani yang bersedia memproduksi pestisida
nabati dan pupuk organic sebagaimana telah di ajarkan, sehingga ketersediaan
saprodi tersebut turut mendukung kesuksesan PSA.
Pelpem GKPS juga sedang
mempersiapkan lahan PSA di lokasi perkantoran Pelpem GKPS untuk memproduksi sayuran
PSA. Juga telah dibangun mekanisasi pengolahan pestisida nabati sebagai sarana
belajar dan pusat informasi. Bagi petani yang tertarik silahkan berkunjung ke
Pelpem GKPS pasti dibantu, kata Jhon lenon Sipayung yang juga staf Pelpem GKPS
memberi jaminan.
Hal ini kami lakukan semata-mata
untuk pelayanan kepada masyarakat luas tanpa pandang bulu, sebagai partisipasi
gereja dalam pembangunan masyarakat, katanya meyakinkan. Pelpem GKPS tidak akan
mampu bekerja sendirian. Tetapi harus menjadi kesadaran bersama bagi segenap
unsure terkait. Diharapkan pemerintah kota Siantar dan Kabupaten Simalungun dapat secara aktif
mendukung upaya ini demi kesejahteraan masyarakat Siantar-Simalungun, demikian
dikatakan Darson Saragih mengakhiri pembicaraan.
Langganan:
Postingan (Atom)